Senin, 20 Juni 2011

Bea Spesifik Film Impor Dihitung Per Menit

Bea Spesifik Film Impor Dihitung Per Menit


Bea masuk film impor yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang bea masuk film impor, ditegaskan oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo, sebelumnya dihitung berdasarkan royalti. Dan berdasarkan audit, ternyata ketentuan tersebut tak dijalankan.
Sehingga pada bulan Januari lalu Kemenkeu memberikan peringatan agar peraturan tersebut dijalankan dengan tertib.
"Dan itu berdasarkan rekomendasi dari audit bahwa itu ternyata musti diperbaiki, itu sudah kita laksanakan. Ada 3 importir yang memang terbukti tidak menjalankan dengan tertib, itu kita tegur dan kita minta untuk membayar seperti hasil audit," ujar Menkeu saat memberikan keterangan di kantornya, kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/6) kepada wartawan JPNN.
Ketika sistem yang lama (royalti) dijalankan, sudah ada 14 perusahaan yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama sudah diterapkan. Namun untuk perfilman ini perhitungan royaltinya baru ketahuan saat filmnya diputar.
"Sistem itu sah dan menghitungnya perlu waktu dan tidak sederhana. Oki per hari kemaren kami ubah sistemnya menjadi yang tadinya sistem persentase ad volarem(persentase) berubah menjadi spesifik. Dan spesifik itu adalah nilai spesifik dikalikan lamanya durasi daripada film tersebut. Nah, spesifik dikali lamanya durasi dikali kopi, karena di Indonesia satu judul film biasanya yang dimasukin tu 20 - 40 kopi. Jadi dikalikan," tegasnya.
Menurut Menkeu, pihaknya merekomendasikan ke Menbudpar dan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), tarif bea spesifik itu kisaran Rp21.000 - Rp22.000 per menit per copy. Tarif tersebut berlaku untuk semua film impor, baik yang box officeataupun tidak.
"Justru sebetulnya kita perlu menentukan tarif sedemikian rupa, sehingga pengusaha layaknya pengusaha. Dia sebelum memasukkan barang menghitung dulu, apakah ini akan laku atau tidak. Kalau tidak laku dia tidak boleh impor, karena kalo nggak dia rugi. Nah, kalau seandainya terlalu murah seperti yang lalu, semua dia ambil. Dan akhirnya kita menjadi pasar yang sangat tidak fair kepada industri dalam negeri," papar Menkeu.
Selain itu, lanjutnya, pada akhirnya nanti para eksportir film akan membuka perwakilan atau kantor di Indonesia, salah satunya dalam bentuk joint venture ataupun kepemilikan saham dengan pengusaha Tanah Air.
"Kalau mereka buka kantor di sini itu mereka akan jaga supaya standar bekerjanya baik, pemenuhan kewajiban pajak dan bea-nya baik. Dan ini akan baik untuk Indonesia," pungkasnya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar