Rabu, 22 Juni 2011

Skabies Pada Anjing dan Kucing

Skabies

Etiologi
Kudis scabies disebabkan oleh tungau terkecil dari ordo Acarina, yaitu Sarcoptes scabiei var. canis. Tungau yang berbentuk hampir bulat dengan 8 kaki pendek, pipih, berukuran (300-600 µ) x (250-400 µ) pada yang betina, dan (200-240 µ) x (150-200 µ) pada yang jantan, biasanya hidup di lapisan kulit epidermis.

Ternyata Kudis scabies selain disebabkan oleh Sarcotes ternyata jg dapat disebabkan oleh Psoroptes cuniculi, Psoroptes cuniculi jarang sekali menyerang anjing ataupun kucing, Psoroptes cuniculi biasa ditemukan pada kelinci. Yang membedakan antara Sarcoptes dan Psoroptes adalah Psoroptes mempunyai kaki yang panjang dibandingkan dengan Sarcoptes.



Daur hidup
Infeksi pada seekor anjing mungkin diawali dengan tungau betina atau nimfa stadium kedua secara aktif membuat liang di epidermis atau lapisan tanduk. Di liang yang dibuatnya diletakkan 2-3 butir telur setiap hari. Telur menetas dalam 2-4 hari, dan keluarlah larva yang berkaki 6. Dalam 1-2 hari larva berubah menjadi nimfa stadium pertama dan kedua, yang berkaki 8, jadilah larva tersebut tungau betina muda, yang siap kawin dengan tungau jantan, dan jadi dewasa dalam 2-4 hari. Untuk menyelesaikan daur hidup dari telur sampai bertelur lagi diperlukan wakt 10-14 hari.

Waktu yang diperlukan telur menjadi tungau dewasa lebih kurang 17 hari. Tungau betina yang tinggal di kantong di ujung liang, setelah 4-5 hari setelah kopulasi, akan bertelur lagi sampai berumur lebih kurang 3-4 minggu. Penularan antar penderita terjadi melalui kontak kulit, dalam bentuk larva, nimfa, atau betina dewasa yang siap bertelur. Dalam beberapa hari, tungau yang hidup di luar hospes akan mati karena kekeringan

Patogenesis
Lesi scabies pada anjing biasanya mulai dari moncong, tepi daun telinga, dan ke arah belakang dari badan. Perubahan patologi berupa eritem, pruritus, dan lalu timbul papulae yang pecah. Selanjutnya terjadi pengelupasan kulit, terbentuk sisik – sisik, dan kudis. Bentuk kudis munkin kering, kurang jelas berbatas, dan tepinya tampak tidak beraturan. Pada anjing muda selain rasa gatal, mungkin tanpa disertai pembentukan papulae.

Rasa gatal menyebabkan anjing menggosokkan bagian yang gatal ke obyek – obyek keras, dan berakibat terjadinya lecet –lecet serta rontoknya rambut. Akibat lecet akan keluar cairan serum, yang segera kering, dan tampak seperti keropeng. Bagian rambut yang masih kuat terikat, lengket, dan mengarah tegak tidak sejajar dengan arah rambut sehat lainya. Selanjutnya terjadi keratinisasi dan proliferasi jaringan ikat, dengan akibat kulit menebal, berkerut tidak rata permukaannya. Rambut jadi jarang, dan bahkan dapat tercabut karena tidak dapat makanan, dan kemudian rontok di tempat lesi scabies. Anjing yang menderita dapat mengalami reaksi allergi. Dalam keadaan kronik untuk timbulnya gejala klinis allergi, hanya memerlukan rangsangan oleh tungau yang jumlahnya sedikit saja. Hal tersebut menjadikan diagnosis berdasarkan dilihatnya tungau menjadi agak sulit.

Gejala – gejala
Bagian tubuh yang paling jarang atau sedikit rambutnya merupakan tempat yang paling disenangi tungau. Kulit disekitar moncong bila menderita akan segera meluas ke kaki karena moncong dan kaki saling bergesekan untuk mengurangi rasa gatal. Sekali sebagian tubuh mengalami lesi biasanya segera meluas ke bagian tubuh lain, termasuk yang berambut tebal.

Rasa gatal terlihat dariketidaktenangan, dan penderita mencoba mengurangi rasa gatal dengan menggosok – gosokkan ke obyek keras. Rambut rontok, dengan lesi yang tidak rata tepinya, tidak begitu menonjol dari permukaan, dan biasa bersisik atau berkeropeng, dengan bentukan papulae yang tidak begitu berat.

Nafsu makan lama- laa menurun, kurus dan berbau apeg. Di sekitar tempat tidurnya biasa ditemukan reruntuhan jaringan kulit.

Diagnosis
Dalam pemeriksaan mikroskopik maupun fisis perlu dibedakan dari demodekosis yang disebabkan oleh Demodex canis. Begitu juga perlu dibedakan dari eczema, infeksi jamur, maupun radang kulit (dermatitis).

Terapi
Pada dasarnya, dengan mengingat tempat hidup tungau yang hanya terbatas pada permukaan kulit, pengobatan scabies oleh tungau Sarcoptes sp. tidak sulit dilakukan. Yang juga harus diperhatikan selain meniadakan keberadaan tungau di badan penderita, telur, larva, nimfa, dan tungau dewasa yang terdapat di sekitar penderita juga harus diberantas.

Dengan insektisida konvensional antara lain BHC, malathion, diazinon, lindane, emulsi benzyl-benzoat (EBB) dipandang cukup efektif.

Insektisida benzene hexaklorida (BHC) 0,02% digunakan untuk mandi 3 kali dengan interval 1 minggu. BHC dapat digantikan dengan 0,25% malation, diazinon 0,1%, lindane 1%, dan EBB 25-50%, yang diberikan setiap hari, dan tidak boleh menutuoi seluruh pori kulit sekaligus. Kalau lesi kulit sangat luas, obat dioleskan ¼ -1/3 badan saja setiap hari.

Obat ektoparasit yang disuntikkan adalah avermectin, missal Ivermectin, dosis yang dianjurkan adalah 1 ml untuk 15-20 kg berat badan, disuntikkan subkutan, diulangi 10-14 hari kemudian. Avermectin tidak digunakan untuk anjing yang terlalu muda, kuarang dari 6 blan. Beberapa bangsa anjing peka terhadap avermectin.

Coumaphos (Asuntol ®) yang digunakan adalah larutan 1% atau mengandung 0,05% zat aktif. Resistensi terhadap coumaphos sudah banyak dijumpai dalam praktek. Kerja insektisida Organic Phospate Insectiside (OPI) ini menghambat kerja enzim kholine esterase dari tungau.

Perlu diingat bahwa tungau hanya dapat hidup kalau ada udara. Obat yang dilarutkan atau diikatkan pada vehikulum minyak atau vaselin dapat tinggal lama di permukaan kulit, hingga suasana mikroaerophili tertutup oleh obat, dan tungau tidak dapat bernafas.

Merupakan kenyataan bahwa resep 2,4 yang terdiri dari 2 g asam salisilat, 4 g belerang, dan minyak nabati dengan vaselin sama banyaknya, masing – masing 25 g, masih banyak dipakai dan memberikan hasil baik.

Obat – obatan yang sering digunakan meliputi salep 2,4, injeksi ivermektin, memandikan atau dengan cara spray atau spot-on dengan senyawa fenil parasol (fipronil), Selamektin dan Imidacloprid (Advantage). Obat piretrin dan piretroid yang cukup baik untuk anjing, untuk kucing harus dilakukan dengan hati – hati (bahaya keracunan).




Sarkoptes scabei





Psoroptes sp.


Daftar Pustaka
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqTcOoBWeTXyIZpOC_MNuYjODZDwrX3VBwiF8xvOOcxonj2BuopD3JWslVgChi3_pWYm98zW6IVY8s6ZjeNftvRbX72N1igvT2oaUJEDV_4GZ7-7N_MH2SuZBEnfMdhM6fpBWG7-pSpXo/s400/Sarcoptes+scabei.gif

http://www3.unileon.es/personal/wwdmvjrl/dermatopatias/psoroptes_3.jpg

Subronto. 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing. Gadjah Mada University Press, Yogyakrta. Pp: 104-105.

Surono. 2005. Penuntun Praktikum Diagnosa Klinik Veteriner, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar